Serombongan
 cendekiawan dan ulama muda datang mengunjungi Kyai Sepuh di sebuah 
pesantren kecil di desa. Meskipun dari pesantren kecil dan di desa pula,
 Kyai Sepuh ini kerap sekali menerima tamu dari berbagai kalangan untuk 
berbagai urusan. Kyai Sepuh ini terkenal dengan kemampuannya 
menyelesaikan berbagai persoalan yang rumit dengan caranya yang khas – 
sederhana dan agak mbanyol (ngelawak). Seperti biasa Pak Kyai akan mendengarkan dahulu masalah para tamunya, baru kemudian memberikan solusinya.
Maka
 satu demi satu rombongan cendekiawan dan ulama muda tersebut 
mengutarakan problemnya masing masing. Ada yang mengeluhkan problem 
dakwahnya yang mengalami hambatan di sana-sini karena kekurangan dana, 
ada yang mengeluhkan problem keluarganya, ada yang mengeluhkan hedonism 
masyarakat yang berpikiran serba materi, ada yang mengeluhkan kondisi 
umat yang semakin jauh dari tuntunan agamanya dlsb.dlsb.
Setelah semua tamunya berkesempatan menyampaikan uneg-uneg
 mereka, Pak Kyai minta ijin tamunya untuk mengambilkan kopi di belakang
 – saking sederhananya Pak Kyai ini sampai tidak memiliki pembantu. 
Tidak lama kemudian Pak Kyai datang dengan membawa teko panas berisi 
kopi, didampingi istrinya yang membawakan sejumlah cangkir.
Karena
 kesederhaannya pula di antara cangkir-cangkir tersebut tidak ada yang 
sama bentuk, model maupun ukurannya. Menyadari akan adanya rasa 
penasaran para tamunya, Pak Kyai-pun menjelaskan : “Anu, itu cangkir-cangkir yang ditinggalkan para santri yang sudah lulus dan keluar dari pesantren ini…”. Kemudian dia menyilahkan tamunya : “Silahkan ambil sendiri kopinya…”.
Setengah
 berebut, para tamunya memilih cangkir-cangkir yang paling baik untuk 
mengambil kopinya. Jumlah cangkir memang cukup dan semuanya mendapatkan 
cangkirnya, tetapi tentu saja yang duluan yang mendapatkan cangkir yang 
paling bagus.
Sambil
 memperhatikan tamunya menikmati kopi dari beraneka ragam cangkir, Pak 
Kyai –pun siap memberikan satu solusi untuk seluruh keluhan dan masalah 
yang disampaikan oleh tamu-tamu tersebut .
“Dari apa yang saya dengarkan tadi, dan dari cangkir-cangkir kopi yang kalian pegang – masalah kalian sebenarnya sederhana”. Dia melanjutkan : “Selama ini terasa rumit, karena kalian fokus pada cangkirnya bukan pada kopinya”. “Yang kalian butuhkan kopi karena yang meredakan dahaga adalah kopi – sedangkan cangkir hanyalah alat untuk bisa minum kopi”. “Bila kalian terlalu fokus pada alat, kalian tidak akan sampai pada tujuan…”.
“Sekarang
 fokuslah pada kopi kalian, maka cangkir yang berwarna-warni beraneka 
bentuk tidak akan mengganggu kenikmatan kopi kalian…!”.
Lalu Pak Kyai membacakan surat Ad Dzariyat – ayat 56 “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
Lalu beliau menutup nasihat pada para tamunya : “Selama
 kalian tidak kehilangan fokus pada tujuan hidup kalian yaitu menyembah 
kepadaNya, selama kalian hanya mengajak masyarakat kalian untuk 
menyembah kepadaNya, insyaallah kalian tidak akan terganggu oleh aneka 
persoalan, kepentingan, golongan, pemikiran, partai dan sejenisnya.”
Para tetamu hanya manggut-manggut
 sambil menginstrospeksi diri, mereka mengurai permasalahan mereka 
masing-masing di dalam hati. Dalam hati pula sebagian mereka berkata : “Jadi selama ini kita berebutan cangkir, sampai melupakan kopinya sendiri”.
Kita
 ini sesungguhnya seperti para tetamu Pak Kyai tersebut, kita terlalu 
fokus pada cangkir sehingga malah tidak bisa menikmati kopinya. 
Pekerjaan kita, usaha kita, komunitas kita dan bahkan juga keluarga kita
 sesungguhnya hanya cangkir berbagai bentuk tadi. Kopinya adalah tugas 
kita untuk hanya beribadat kepadaNya.
Boleh
 saja membagus-baguskan cangkir tetapi tetap harus dalam rangka untuk 
dipakai menikmati kopi. Semangat membaguskan cangkir tidak boleh 
melalaikan kita sampai lupa tidak mengisinya dengan kopi. 
Cangkir-cangkir tersebut juga bukan pajangan, yang dinikmati 
keindahannya tetapi tidak digunakan untuk fungsi yang seharusnya – yaitu
 minum kopi.
Sekarang
 waktunya untuk belajar menikmati rasa ‘kopi’ itu, keindahan cangkir 
bisa menambah kenikmatannya – tetapi jangan melalaikannya. InsyaAllah.
oleh M. Iqbal
oleh M. Iqbal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar