Selasa, Maret 10, 2009

"learn from yesterday, live for today, hope for tomorrow"


"Learn from yesterday, Live for today, Hope for tomorrow"

Siapakah Hero Kita

Sadar atau tidak, dalam keseharian interaksi kita dengan lingkungan kehidupan, kerapkali kita senantiasa menyaksikan begitu banyak pencontohan karakter.



Di waktu kanak – kanak, kita dan teman – teman sepermainan senang sekali mengaktualisasikan diri kita menjadi tokoh – tokoh “fiksi” film atau komik. Dan sungguh membahagiakan sekali kita bisa menjadikan diri kita sebagai tokoh Hero. Kita akan terkekeh bila kenangan itu muncul; betapa guru kita dibuat ceria oleh tingkah polah kita menirukan gaya penyanyi idola ketika kita mendapat giliran nyanyi di depan kelas, atau bagaimana kocaknya teman kecil kita atau kita sendiri beraksi di lapangan olah raga sekolah menirukan gaya olahragawan idola.



Ya itulah dunia kanak – kanak yang polos dan penuh kejujuran, efeknya positif. Anak kecil dengan gelora peniruan, tidak akan merubah karakter asli kanak – kanak mereka. Mereka akan kembali kepada kepolosan asli ketika sudah berkumpul lagi dengan jiwanya. Tidak menunjukkan perlawanan ketika dihukum guru karena ulah “badung” yang dilakukannya, sekalipun dalam diri mereka tersimpan karakter “hero”.



Waktu berjalan seiring pertumbuhan fisik dan kedewasaan. Bagi “jiwa” yang beruntung, akan bisa bertumbuh bersama “hero” kesayangan sewaktu kecil. Di dalam kedewasaannya, mereka akan menjadi hero sesungguhnya bagi banyak orang (keluarga, pasangan hidup, pimpinan di tempat kerja, lingkungan tempat tinggal, dan teman / sahabat). Pribadi “Hero” ini akan menjadi pribadi sukses yang sesungguhnya – karena keberhasilannya didedikasikan untuk kepentingan dan manfaat banyak pihak.



Namun demikian, dalam kenyataan tidak sedikit tumbuhnya perkembangan fisik tidak diikuti oleh perkembangan karakter dewasa. Pribadi “Hero” semasa kecil ditinggalkan dan dipendam dalam – dalam. Efeknya, bertumbuh tanpa penyertaan “hero” menjadikan pribadi menjadi tidak stabil; tidak mampu fokus, dan labil. Puncaknya kehilangan jati diri.



Dalam sebuah tayangan di telivisi belum lama ini, saya dipaksa mengamini my confession. Saya melihat banyak pribadi yang terkadang juga ‘sifat – sifat” tersebut singgah di dalam benak dan kalbu saya. Dalam tayangan itu, seorang reporter menanyai subjek yang kedapatan masih asyik di tempat keramaian saat jam kerja. Uniknya, jawaban subjek, rata – rata sama; bahwa mereka melihat atasan mereka yang juga tidak tertib. Pertanyaannya : apakah di lingkungan kerja subjek, tidak ada Hero dengan pribadi yang santun ? Atau apakah subjek juga telah melakukan pengingkaran bahwa ia memiliki komunitas santun di lingkungan tempat tinggal ? Lalu, mengapa tidak memilih mengakarakterkan diri menjadi peniru kesantunan ?



Kita begitu sering terperangkap dalam kebiasaan – kebiasaan yang tidak membesarkan. Sering kita melakukan penundaan - penundaan yang akhirnya menjadikan kebiasaan. Semisal, “Saya sih kalau kerjaan gak penting – penting banget, dan bisa ditunda, saya akan kerjakan hari Senin besok... Sabtu sih buat santai” Kita selalu membiasakan hari Sabtu adalah hari piknik di tempat kerja (bila Sabtu adalah hari kerja). Kita cenderung mengikuti “gaya hidup” yang tidak membesarkan.



Marilah kita undang kembali “hero” masa kecil kita, kita bangkitkan kembali semangat “keheroan” kita dengan membangun motivasi yang berenergi positif.



Pilihan ada di tangan kita : memilih mengijinkan “hero masa kecil” kita mengikuti terus perjalanan yang semakin meninggikan kita, atau memilih “hero masa dewasa” yang mengerdilkan ?



Kita biasa berubah hanya bila menyadari betapa kita sangat disayangi. So, Tuhan Maha Penyayang, jadi tidak perlu kita menunggu terlalu lama untuk sadar merasa disayangi, baru kita melakukan perubahan. Bangkit sekarang juga, tunjukkan kepada orang – orang penyayang yang dikirimkan Tuhan kepada kita, bahwa kitapun sangat menyayangi mereka.



Salam Gemilang

Oleh : Agung Widyatmoko
085710143410

From ZERO TO HERO

Benarkah kesuksesan diturunkan dari seorang bapak ke seorang anak? sehingga yang bapaknya biasa - biasa saja kemudian tidak bisa menjadi luar biasa? jawabnya tidak. Robert Tiyosaki dan Tung Desem Waringin serta Rhenald Kasali sudah membuktikan bahwa DNA mereka bisa diubah, ternyata darah yang mengalir dalam tubuh orang - orang hebat dan luar biasa sama saja dengan darah yang mengalir dalam darah kita, sungguh bukan takdir yang membuat mereka menjadi luar biasa tapi mentalitas menjadi juara yang membuat mereka tampil menjadi orang - orang yang luar biasa, sehingga Napoleon Hill berkata "Think Rich Growth Rich" bahkan Henry Ford berkata " pekerjaan terberat adalah Berpikir" mengapa mereka menganggap berpikir sebagai sesuatu yang berat, karena berpikir adalah menetapkan goal, Tiger Wood selalu menuliskan goal " akan memecahkan rekor para pegolf terbaik dunia", Tung Desem Waringin menuliskan goal" akan belajar dari yang terbaik" atau Muhammad Ali " aku akan meng KO dia dalam ronde ke 3" mereka menetapkan Goal mereka, setelah menetapkan goal yang tidak kalah beratnya adalah menuliskan rencana dan strategi untuk mencapai goal tersebut, betapa Tung Desem Waringin harus menjual tanahnya agar bisa ikut pelatihan Anthony Robin, betapa Tiger Wood harus banyak berlatih agar bisa melampaui rekor para pegolf terbaik dunia, sungguh strategi dan rencana yang mereka tetapkan adalah "AMAZING" sungguh rencana mereka bukan isapan jempol belaka, dari tidak dikenal mereka berubah menjadi seseorang yang luar biasa, mereka mampu menjadi Role Model bagi ribuan orang, ternyata untuk mengubah Zero menjadi Hero yang kita butuhkan adalah 'BERPIKIR", sungguh benar kata Henry Ford, pengalaman buruk akan membuat pemikiran kita berubah, jika kita bisa memiliki pemikiran yang konstan dan tidak goyah maka kesuksesan sudah didepan mata tinggal menunggu telur pecah dan lahir lah seorang Hero baru.

0leh : Imron Rosyidi

“Tentang Maulid Nabi Muhammad SAW”

Assalamu ‘alaikum wrahmatullahi wabarakatuh,

Fakta yang sesungguhnya dari kehidupan Rasulullah SAW menegaskan bahwa tidak ada riwayat yang menyebutkan beliau pada tiap ulang tahun kelahirannya melakukan ritual tertentu. Bahkan para shahabat beliau pun tidak pernah kita baca dalam sejarah pernah mengadakan ihtifal secara khusus setiap tahun untuk mewujudkan kegembiraan karena memperingati kelahiran Nabi SAW.

Bahkan upacara secara khusus untuk merayakan ritual maulid nabi SAW juga tidak pernah kita dari generasi tabi’in hingga generasi salaf selanjutnya. Perayaan seperti ini secara fakta memang tidak pernah diajarkan, tidak pernah dicontohkan dan juga tidak pernah dianjurkan oleh Rasulullah SAW, para shahabat bahkan para ulama salaf di masa selanjutnya.

Perayaan maulid nabi SAW secara khusus baru dilakukan di kemudian hari. Dan ada banyak versi tentang siapa yang memulai tradisi ini. Sebagian mengatakan bahwa konon Shalahuddin Al-Ayyubi yang mula-mula melakukannya, sebagai reaksi atas perayaan natal umat Nasrani. Karena saat itu di Palestina, umat Islam dan Nasrani hidup berdampingan. Sehingga terjadi interaksi yang majemuk dan melahirkan berbagai pengaruh satu sama lain.

Versi lain menyatakan bahwa perayaan maulid ini dimulai pada masa dinasti Daulah Fatimiyyah di Mesir pada akhir abad keempat hijriyah. Hal itu seperti yang ditulis pada kitab Al-A’yad wa atsaruha alal Muslimin oleh Dr. Sulaiman bin Salim As-Suhaimi hal. 285-287. Disebutkan bahwa para khalifah Bani Fatimiyyah mengadakan perayaan-perayaan setiap tahunnya, di antaranya adalah perayaan tahun baru, asyura, maulid Nabi sAW bahwa termasuk maulid Ali bin Abi Thalib, maulid Hasan dan Husein serta maulid Fatimah dll. .

Versi lainnya lagi menyebutkan bahwa perayaan maulid dimulai tahun 604 H oleh Malik Mudaffar Abu Sa’id Kukburi.

Hukum Merayakan Maulid Nabi SAW
Mereka yang sekarang ini banyak merayakan maulid nabi SAW seringkali mengemukakan dalil. Di antaranya:

1. Mereka berargumentasi dengan apa yang ditulis oleh Imam As-Suyuti di dalam kitab beliau, Hawi li al-Fatawa Syaikhul Islam tentang maulid serta Ibn Hajar Al-Asqalani ketika ditanya mengenai perbuatan menyambut kelahiran nabi SAW. Beliau telah memberi jawaban secara bertulis:

Adapun perbuatan menyambut maulid merupakan bid’ah yang tidak pernah diriwayatkan oleh para salafush-shaleh pada 300 tahun pertama selepas hijrah. Namun perayaan itu penuh dengan kebaikan dan perkara-perkara yang terpuji, meski tidak jarang dicacat oleh perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya.

Jika sambutan maulid itu terpelihara dari perkara-perkara yang melanggar syari’ah, maka tergolong dalam perbuatan bid’ah hasanah. Akan tetapi jika sambutan tersebut terselip perkara-perkara yang melanggar syari’ah, maka tidak tergolong di dalam bida’ah hasanah.

2. Selain pendapat di atas, mereka juga berargumentasi dengan dalil hadits yang menceritakan bahwa siksaan Abu Lahab di neraka setiap hari Senin diringankan. Hal itu karena Abu Lahab ikut bergembira ketika mendengar kelahiran keponakannya, Nabi Muhammad SAW. Meski dia sediri tidak pernah mau mengakuinya sebagai Nabi. Bahkan ekspresi kegembiraannya diimplementasikan dengan cara membebaskan budaknya, Tsuwaibah, yang saat itu memberi kabar kelahiran Nabi SAW.

Perkara ini dinyatakan dalam sahih Bukhari dalam kitab Nikah. Bahkan Ibnu Katsir juga membicarakannya dalam kitabnya Siratunnabi jilid 1halaman 124.

Syamsuddin Muhammad bin Nasiruddin Ad-Dimasyqi menulis dalam kitabnya Mawrid as-sadi fi Mawlid al-Hadi : Jika seorang kafir yang memang dijanjikan tempatnya di neraka dan kekal di dalamnya diringankan siksa kuburnya tiap Senin, apalagi dengan hamba Allah yang seluruh hidupnya bergembira dan bersyukur dengan kehadiran Ahmad dan meninggal dengan menyebut Ahad ?

3. Hujjah lainnya yang juga diajukan oleh para pendukung maulid Nabi SAW adalah apa yang mereka katakan sebagai pujian dari Imam Ibnu Hajar al-’Asqalani.

Menurut mereka, Ibnu Hajar telah menulis di dalam kitabnya, ‘Al-Durar al-Kamina fi ‘ayn al-Mi’at al-thamina’ bahwa Ibnu Kathir telah menulis sebuah kitab yang bertajuk maulid Nabi di penghujung hidupnya, Malam kelahiran NabiSAW merupakan malam yang mulia, utama, dan malam yang diberkahi, malam yang suci, malam yang menggembirakan bagi kaum mukmin, malam yang bercahaya-cahaya, terang benderang dan bersinar-sinar dan malam yang tidak ternilai.

4. Para pendukung maulid nabi SAW juga melandaskan pendapat mereka di atas hadits bahwa motivasi Rasulullah SAW berpuasa hari Senin karena itu adalah hari kelahirannya. Selain karena hari itu merupakan hari dinaikkannya laporan amal manusia.

Abu Qatadah Al-Ansari meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika ditanya mengapa beliau berpuasa pada hari Senin, menjawab, Itulah hari aku dilahirkan dan itulah juga hari aku diangkat menjadi Rasul.

Hadits ini bisa kita dapat di dalam Sahih Muslim, kitab as-siyam

Pendapat yang Menentang

Namun argumentasi ini dianggap belum bisa dijadikan landasan dasar pensyariatan seremoni maulid nabi SAW.

Misalnya cerita tentang diringankannya siksa Abu Lahab itu, mereka mengatakan bahwa Abu Lahab yang diringankan siksanya itu pun hanya sekali saja bergembiranya, yaitu saat kelahiran. Dia tidak setiap tahun merayakan kelahiran nabi dengan berbagai ragam seremoni. Kalau pun kegembiraan Abu Lahab itu melahirkan keringanan siksanya di neraka tiap hari Senin, bukan berarti orang yang tiap tahun merayakan lahirnya nabi SAW akan mendapatkan keringanan siksa.

Demikian juga dengan pujian dari Ibnu Katsir, sama sekali tidak bisa dijadikan landasan perintah untuk melakukan sermonial khusus di hari itu. Sebab Ibnu Katsir hanya memuji malam hari di mana Nabi SAW lahir, namun tidak sampai memerintahkan penyelenggaraan seremonial.

Demikian juga dengan alasan bahwa Rasulullah SAW berpuasa di hari Senin, karena hari itu merupakan hari kelahirannya. Hujjah ini tidak bisa dipakai, karena yang saat dilakukan bukan berpuasa, tapi melakukan berbagai macam aktifitas setahun sekali. Kalau pun mau berittiba’ pada hadits itu, seharusnya umat Islam memperbanyak puasa sunnah hari Senin, bukan menyelenggarakan seremoni maulid setahun sekali.

Bahkan mereka yang menentang perayaan maulid nabi ini mengaitkannya dengan kebiasaan dari agama sebelum Islam. Di mana umat Yahudi, Nasrani dan agama syirik lainnya punya kebiasaan ini. Buat kalangan mereka, kebiasaan agama lain itu haram hukumnya untuk diikuti. Sebaliknya harus dijauhi. Apalagi Rasulullah SAW tidak pernah menganjurkannya atau mencontohkannya.

Dahulu para penguasa Mesir dan orang-orang Yunani mengadakan perayaan untuk tuhan-tuhan mereka. Lalu perayaan-perayaan ini di warisi oleh orang-orang Kristen, di antara perayaan-perayaan yang penting bagi mereka adalah perayaan hari kelahiran Isa al-Masih, mereka menjadikannya hari raya dan hari libur serta bersenang-senang. Mereka menyalakan lilin-lilin, membuat makanan-makanan khusus serta mengadakan hal-hal yang diharamkan.

Dan akhirnya, para penentang maulid mengatakan bahwa semua bentuk perayaan maulid nabi yang ada sekarang ini adalah bid’ah yang sesat. Sehingga haram hukumnya bagi umat Islam untuk menyelenggarakannya atau ikut mensukseskannya.

Jawaban dari Pendukung Maulid

Tentu saja para pendukung maulid nabi SAW tidak rela begitu saja dituduh sebagai pelaku bid’ah. Sebab dalam pandangan mereka, yang namanya bid’ah itu hanya terbatas pada ibadah mahdhah saja, bukan dalam masalah sosial kemasyarakatan atau masalah muamalah.

Adapun seremonial maulid itu oleh para pendukungnya diletakkan di luar ritual ibadah formal. Sehingga tdak bisa diukur dengan ukuran bid’ah. Kedudukannya sama dengan seorang yang menulis buku tentang kisah nabi SAW. Padahal di masa Rasulullah SAW, tidak ada perintah atau anjuran untuk membukukan sejarah kehidupan beliau. Bahkan hingga masa berikutnya, belum pernah ada buku yang khusus ditulis tentang kehidupan beliau.

Lalu kalau sekarang ini umat Islam memiliki koleksi buku sirah nabawiyah, apakah hal itu mau dikatakan sebaga bid’ah? Tentu tidak, karena buku itu hanyalah sarana, bukan bagian dari ritual ibadah. Dan keberadaan buku-buku itu justru akan membuat umat Islam semakin mengenal sosok beliau. Bahkan seharusnya umat Islam lebih banyak lagi menulis dan mengkaji buku-buku itu.

Dalam logika berpikir pendukung maulid, kira-kira seremonial maulid itu didudukkan pada posisi seperti buku. Bedanya, sejarah nabi SAW tidak ditulis, melainkan dibacakan, dipelajari, bahkan disampaikan dalam bentuk seni syair tingkat tinggi. Sehingga bukan melulu untuk konsumsi otak, tetapi juga menjadi konsumsi hati dan batin. Karena kisah nabi disampaikan dalam bentuk syair yang indah.

Dan semua itu bukan termasuk wilayah ibadah formal melainkan bidang muamalah. Di mana hukum yang berlaku bahwa segala sesuatu asalnya boleh, kecuali bila ada dalil yang secara langsung melarangnya secara eksplisit.

Kesimpulan

Sebagai bagian dari umat Islam, barangkali kita ada di salah satu pihak dari dua pendapat yang berbeda. Kalau pun kita mendukung salah satunya, tentu saja bukan pada tempatnya untuk menjadikan perbedaan pandangan ini sebagai bahan baku saling menjelekkan, saling tuding, saling caci dan saling menghujat.

Perbedaan pandangan tentang hukum merayakan maulid nabi SAW, suka atau tidak suka, memang telah kita warisi dari zaman dulu. Para pendahulu kita sudah berbeda pendapat sejak masa yang panjang. Sehingga bukan masanya lagi buat kita untuk meninggalkan banyak kewajiban hanya lantaran masih saja meributkan peninggalan perbedaan pendapat di masa lalu.

Sementara di masa sekarang ini, sebagai umat Islam, kita justru sedang berada di depat mulut harimau sekaligus buaya. Kita sedang menjadi sasaran kebuasan binatang pemakan bangkai. Bukanlah waktu yang tepat bila kita saling bertarung dengan sesamasaudara kitasendiri, hanya lantaran masalah ini.

Sebaliknya, kita justru harus saling membela, menguatkan, membantu dan mengisi kekurangan masing-masing. Perbedaan pandangan sudah pasti ada dan tidak akan pernah ada habisnya. Kalau kita terjebak untuk terus bertikai, maka para pemangsa itu akan semakin gembira.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Sumber Tentang Maulid Nabi Muhammad SAW : http://assunah.or.id

Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW

Tradisi Maulid Nabi Muhammad SAW bermula pada masa pemerintahan Bani Taimiyah, kemudian dilanjuti pada masa pemerintahan Khalifah Bani Abbas oleh penguasa Al Haramain (dua tanah suci, Mekah dan Madinah) Sultan Salahuddin Al Ayyubi (Soultan Saladin).

Salahuddin memerintah para tahun 1174-1193 M atau 570-590 H pada Dinasti Bani Ayyub, setingkat Gubernur dengan pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung Arabia.

Perintah merayakan Maulid ini disampaikan pertama kali pada musim Haji 579 H (1183 Masehi). Sebagai penguasa dua tanah suci kala itu, atas persetujuan Khalifah Bani Abbas di Baghdad, Sultan mengimbau agar seluruh jamaah haji seluruh dunia jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam dimana saja berada. Maksud Sultan Salahuddin merayakan tradisi ini selain bentuk cintanya pada Rasul juga sebagai cara membangkitkan semangat juang umat Islam yang kala itu kehilangan semangat juang dan persaudaraan ukhuwah ketika terjadi perang salib.

Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama cuma ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, sehingga tidak dapat dikategorikan bid`ah yang terlarang.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada peringatan Maulid Nabi yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah menyelenggarakan sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja`far Al-Barzanji. Karyanya yang dikenal sebagai Kitab Barzanji sampai sekarang sering dibaca masyarakat di kampung-kampung pada peringatan Maulid Nabi.

Penyair Ahmad Syauqi menggambarkan kelahiran Nabi Mulia itu dalam syairnya yang indah:

“Telah dilahirkan seorang Nabi, alam pun bercahaya, sang waktu pun tersenyum dan memuji”.


Tradisi Maulid Nabi di Tanah Jawa

Bagi sebagian orang Islam tradisi merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan sebagai salah satu bentuk pengejewantahan rasa cinta umat kepada Rasul Nya.

Di tanah Jawa sendiri tradisi ini telah ada sejak zaman walisongo, pada masa itu tradisi Maulid Nabi dijadikan sebagai sarana dakwah penyebaran agama Islam dengan menghadirkan berbagai macam kegiatan yang menarik masyarakat. Pada saat ini tradisi Maulid/Mauludan di Jawa disamping sebagai bentuk perwujudan cinta umat kepada Rasul juga sebagai penghormatan terhadap jasa-jasa Walisongo.

Sebagian masyarakat Jawa merayakan maulid dengan membaca Barzanji, Diba’i atau al-Burdah atau dalam istilah orang Jakarta dikenal dengan rawi. Barzanji dan Diba’i adalah karya tulis seni sastra yang isinya bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Sedangkan Al-Burdah adalah kumpulan syair-syair pujian kepada Rasulullah SAW yang dikarang oleh Al-Bushiri.

Berbagai macam acara dibuat untuk meramaikan acara ini, lambat laun menjadi bagian dari adat dan tradisi turun temurun kebudayaan setempat.

Di Cirebon, Yogyakarta, dan Surakarta, perayaan maulid dikenal dengan istilah sekaten. Istilah ini berasal dari stilasi lidah orang Jawa atas kata syahadatain, yaitu dua kalimat syahadat. Perayaan umumnya bersifat ritual penghormatan (bukan penyembahan) terhadap jasa para wali penyebar Islam, misalnya upacara Panjang Jimat yaitu upacara pencucian senjata pusaka peninggalan para wali.

Di Cirebon upacara Panjang Jimat di fokuskan di dua tempat yaitu Keraton Kasepuhan dan Astana Gunung Jati. Di Jogjakarta dan Surakarta di masing-masing keraton dengan acaranya Grebeg Mulud. Pada zaman kesultanan Mataram perayaan Maulid Nabi disebut Gerebeg Mulud. Kata "Gerebeg" artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti perayaan Maulid Nabi, lengkap dengan sarana upacara, seperti nasi gunungan dan sebagainya. Di Garut, terdapat upacara Ngalungsur yaitu proses upacara ritual dimana barang-barang pusaka peninggalan Sunan Rohmat (Sunan Godog/Kian Santang) setiap setahun sekali dibersihkan atau dicuci dengan air bunga-bunga dan digosok dengan minyak wangi supaya tidak berkarat, di fokuskan di desa Lebak Agung, Karangpawitan. Di Banten kegiatan di fokuskan di Masjid Agung Banten. ditempat lain diantaranya tempat-tempat ziarah makam para wali.

Di beberapa tempat kadang-kadang perayaan ini dijadikan ajang berkumpulnya para tokoh masyarakat dan sesepuh setempat, seperti kyai, bangsawan/elang, dan tidak ketinggalan para jawara dari berbagai paguron untuk saling bersilaturahim, untuk membicarakan berbagai macam hal yang menyangkut daerah setempat. Tapi hal ini jarang diekspos karena sifatnya yang non formal, sehingga tidak banyak masyarakat yang mengikuti.

Pandangan Ulama NU

Para ulama NU memandang peringatan Maulid Nabi ini sebagai bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada, namun termasuk bid’ah hasanah (bid’ah yang baik) yang diperbolehkan dalam Islam. Banyak memang amalan seorang muslim yang pada zaman Nabi tidak ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen, diba’an, yasinan, tahlilan (bacaan Tahlilnya, misalnya, tidak bid’ah sebab Rasulullah sendiri sering membacanya), mau’izhah hasanah pada acara temanten dan Muludan.
Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah SAW bersabda: "Siapa menghormati hari lahirku, tentu aku berikan syafa'at kepadanya di Hari Kiamat." Sahabat Umar bin Khattab secara bersemangat mengatakan: “Siapa yang menghormati hari lahir Rasulullah sama artinya dengan menghidupkan Islam!”

Ditulis dari berbagai sumber

Opini tentang Mauli Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi Muhammad SAW terkadang Maulid Nabi atau Maulud saja adalah peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW, yang dalam tahun Hijriyah jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal. Kata maulid atau milad adalah dalam bahasa Arab berarti hari lahir. Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Rasulullah Muhammad SAW.

Kaum ulama yang berpaham Salafiyah dan Wahhabi, umumnya tidak merayakannya karena menganggap perayaan Maulid Nabi merupakan sebuah Bid’ah, yaitu kegiatan yang bukan merupakan ajaran Nabi Muhammad SAW. Mereka berpendapat bahwa kaum muslim yang merayakannya keliru dalam menafsirkannya sehingga keluar dari esensi kegiatannya.

Bagi umat Islam umumnya Maulid Nabi Muhammad SAW sudah selayaknya diperingati dan hal ini sudah sangat umum khususnya di Indonesia. Hanya saja antara sekelompok umat Islam yang satu dengan yang lain memiliki perbedaan didalam penyelengaraannya sekaligus hal ini bisa juga memiliki makna yang berbeda.

Ada yang berpendapat bahwa maulid Nabi merupakan bid’ah mazmumah, menyesatkan. Pendapat pertama membangun argumentasinya melalui pendekatan normatif tekstual. Perayaan maulid Nabi SAW itu tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan juga Al-Hadis. Syekh Tajudiin Al-Iskandari, ulama besar berhaluan Malikiyah yang mewakili pendapat pertama, menyatakan maulid Nabi adalah bid’ah mazmumah, menyesatkan. Penolakan ini ditulisnya dalam Kitab Murid Al-Kalam Ala’amal Al-Maulid.

Ada juga yang berpendapat sebaliknya bahwa maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah, inovasi yang baik, dan tidak bertentangan dengan syariat. Pendapat kedua diwakili oleh Ibnu Hajar Al-Atsqolani dan As-Suyuti. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah. Yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, tetapi keberadaannya tidak bertentang dengan ajaran Islam. Bagi As-Suyuti, keabsahan maulid Nabi Muhammad SAW bisa dianalogikan dengan diamnya Rasulullah ketika mendapatkan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura sebagai ungkapan syukur kepada Allah atas keselamatan Nabi Musa dari kejaran Fir’aun. maulid Nabi, menurut As-Suyuti, adalah ungkapan syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke muka bumi. Penuturan ini dapat dilihat dalam Kitab Al-Ni’mah Al-Kubra Ala Al-Alam fi Maulid Sayyid Wuld Adam.

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur Prof Dr H Syafiq A Mughni MA menyatakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW mengajarkan pentingnya mencontoh atau meneladani akhlak (perilaku)-nya.

“Yang penting dari Maulid Nabi Muhammad SAW adalah mengambil pelajaran dari risalah beliau. Artinya, bagaimana kita meniru akhlak beliau dalam bertauhid, berumahtangga, dan bermasyarakat” ujarnya.

Dosen Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya itu menjelaskan meneladani Nabi Muhammad SAW dalam bertauhid adalah mencontoh akhlak nabi dalam menjaga keimanan, menjalankan ibadah, dan mengamalkan kandungan Al-Qur`an atau Hadits Nabi.

“Untuk meneladani Nabi Muhammad SAW dalam berumah tangga adalah mencontoh akhlak nabi dalam mengasihi, memuji, dan tidak pernah meyakiti isterinya” ungkap mantan rektor Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) itu.

Sementara itu, meneladani Nabi Muhammad SAW dalam bermasyarakat dan bernegara adalah mencontoh akhlak nabi dalam melakukan pencerahan masyarakat dari jalan kegelapan dan kebatilan ke jalan yang terang benderang.

“Pencerahan itu dilakukan dengan perilaku santun, seperti suka menolong, suka melayani, tak mau membicarakan kejelekan, menghormati musuh, suka memaafkan, sabar, suka beramal, tidak menyakiti orang, tidak emosi, dan banyak lagi” paparnya.

Menurut dia, akhlak atau perilaku yang berusaha melayani, mengasihi, dan menghormati orang lain itulah yang membuat risalah Nabi Muhammad SAW berjalan sukses dan memiliki pengaruh yang abadi.

“Cara-cara yang diajarkan Nabi Muhammad SAW itu memang tidak mudah dicontoh, karena itu meneladani Nabi Muhammad SAW tidak cukup hanya saat merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW, namun dalam kehidupan sehari-hari” tegasnya.(*)

[Hikmah Maulid Nabi] Mengenang Akhlak Nabi Muhammad SallAllahu 'alaihi wassalam

oleh Ustadz KH. Nadirsyah Hosen*

A'uudzu billahi minasy syaithanirrajiim Bismillahirrahmanirrahim Allahumma salli 'ala sayyidina Muhammadin wa 'ala aalihi wa sahbihi wasallim
Setelah Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam wafat, seketika itu pula kota Madinah bising dengan tangisan ummat Islam; antara percaya - tidak percaya, Rasul Yang Mulia telah meninggalkan para sahabat. Beberapa waktu kemudian, seorang arab badui menemui Umar dan dia meminta, "Ceritakan padaku akhlak Muhammad!". Umar menangis mendengar permintaan itu. Ia tak sanggup berkata apa-apa. Ia menyuruh Arab badui tersebut menemui Bilal. Setelah ditemui dan diajukan permintaan yg sama, Bilal pun menangis, ia tak sanggup menceritakan apapun. Bilal hanya dapat menyuruh orang tersebut menjumpai Ali bin Abi Thalib.

Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi.

Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad Orang Badui ini mulai heran. Bukankah Umar merupakan seorang sahabat senior Nabi, begitu pula Bilal, bukankah ia merupakan sahabat setia Nabi. Mengapa mereka tak sanggup menceritakan akhlak Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam. Dengan berharap-harap cemas, Badui ini menemui Ali. Ali dengan linangan air mata berkata, "Ceritakan padaku keindahan dunia ini!." Badui ini menjawab, "Bagaimana mungkin aku dapat menceritakan segala keindahan dunia ini...." Ali menjawab, "Engkau tak sanggup menceritakan keindahan dunia padahal Allah telah berfirman bahwa sungguh dunia ini kecil dan hanyalah senda gurau belaka, lalu bagaimana aku dapat melukiskan akhlak Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam, sedangkan Allah telah berfirman bahwa sungguh Muhammad memiliki budi pekerti yang agung! (QS. Al-Qalam[68]: 4)"

Badui ini lalu menemui Siti Aisyah r.a. Isteri Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam yang sering disapa "Khumairah" oleh Nabi ini hanya menjawab, khuluquhu al-Qur'an (Akhlaknya Muhammad itu Al-Qur'an). Seakan-akan Aisyah ingin mengatakan bahwa Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam itu bagaikan Al-Qur'an berjalan. Badui ini tidak puas, bagaimana bisa ia segera menangkap akhlak Nabi kalau ia harus melihat ke seluruh kandungan Qur'an. Aisyah akhirnya menyarankan Badui ini untuk membaca dan menyimak QS Al-Mu'minun [23]: 1-11.

Bagi para sahabat, masing-masing memiliki kesan tersendiri dari pergaulannya dengan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Kalau mereka diminta menjelaskan seluruh akhlak Nabi, linangan air mata-lah jawabannya, karena mereka terkenang akan junjungan mereka. Paling-paling mereka hanya mampu menceritakan satu fragmen yang paling indah dan berkesan dalam interaksi mereka dengan Nabi terakhir ini.

Mari kita kembali ke Aisyah. Ketika ditanya, bagaimana perilaku Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam, Aisyah hanya menjawab, "Ah semua perilakunya indah." Ketika didesak lagi, Aisyah baru bercerita saat terindah baginya, sebagai seorang isteri. "Ketika aku sudah berada di tempat tidur dan kami sudah masuk dalam selimut, dan kulit kami sudah bersentuhan, suamiku berkata, 'Ya Aisyah, izinkan aku untuk menghadap Tuhanku terlebih dahulu.'" Apalagi yang dapat lebih membahagiakan seorang isteri, karena dalam sejumput episode tersebut terkumpul kasih sayang, kebersamaan, perhatian dan rasa hormat dari seorang suami, yang juga seorang utusan Allah.

Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam jugalah yang membikin khawatir hati Aisyah ketika menjelang subuh Aisyah tidak mendapati suaminya disampingnya. Aisyah keluar membuka pintu rumah. terkejut ia bukan kepalang, melihat suaminya tidur di depan pintu. Aisyah berkata, "Mengapa engkau tidur di sini?" Nabi Muhammmad menjawab, "Aku pulang sudah larut malam, aku khawatir mengganggu tidurmu sehingga aku tidak mengetuk pintu. itulah sebabnya aku tidur di depan pintu." Mari berkaca di diri kita masing-masing. Bagaimana perilaku kita terhadap isteri kita? Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam mengingatkan, "berhati-hatilah kamu terhadap isterimu, karena sungguh kamu akan ditanya di hari akhir tentangnya." Para sahabat pada masa Nabi memperlakukan isteri mereka dengan hormat, mereka takut kalau wahyu turun dan mengecam mereka.

Buat sahabat yang lain, fragmen yang paling indah ketika sahabat tersebut terlambat datang ke Majelis Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Tempat sudah penuh sesak. Ia minta izin untuk mendapat tempat, namun sahabat yang lain tak ada yang mau memberinya tempat. Di tengah kebingungannya, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam memanggilnya. Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam memintanya duduk di dekatnya. Tidak cukup dengan itu, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pun melipat sorbannya lalu diberikan pada sahabat tersebut untuk dijadikan alas tempat duduk. Sahabat tersebut dengan berlinangan air mata, menerima sorban tersebut namun tidak menjadikannya alas duduk akan tetapi malah mencium sorban Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam tersebut.

Senangkah kita kalau orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung tiba-tiba melayani kita bahkan memberikan sorbannya untuk tempat alas duduk kita. Bukankah kalau mendapat kartu lebaran dari seorang pejabat saja kita sangat bersuka cita. Begitulah akhlak Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam, sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Dan tengoklah diri kita. Kita adalah pemimpin, bahkan untuk lingkup paling kecil sekalipun, sudahkah kita meniru akhlak Rasul Yang Mulia.

Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam juga terkenal suka memuji sahabatnya. Kalau kita baca kitab-kitab hadis, kita akan kebingungan menentukan siapa sahabat yang paling utama. Terhadap Abu Bakar, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam selalu memujinya. Abu Bakar- lah yang menemani Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam ketika hijrah. Abu Bakarlah yang diminta menjadi Imam ketika Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam sakit. Tentang Umar, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pernah berkata, "Syetan saja takut dengan Umar, bila Umar lewat jalan yang satu, maka Syetan lewat jalan yang lain." Dalam riwayat lain disebutkan, "Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam bermimpi meminum susu. Belum habis satu gelas, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam memberikannya pada Umar yang meminumnya sampai habis. Para sahabat bertanya, Ya Rasul apa maksud (ta'wil) mimpimu itu? Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam menjawab "ilmu pengetahuan."
Tentang Utsman, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam sangat menghargai Utsman karena itu Utsman menikahi dua putri Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam, hingga Utsman dijuluki Dzu an-Nurain (pemilik dua cahaya). Mengenai Ali, Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam bukan saja menjadikannya ia menantu, tetapi banyak sekali riwayat yang menyebutkan keutamaan Ali. "Aku ini kota ilmu, dan Ali adalah pintunya." "Barang siapa membenci Ali, maka ia merupakan orang munafik."

Lihatlah diri kita sekarang. Bukankah jika ada seorang rekan yang punya sembilan kelebihan dan satu kekurangan, maka kita jauh lebih tertarik berjam-jam untuk membicarakan yang satu itu dan melupakan yang sembilan. Ah...ternyata kita belum suka memuji; kita masih suka mencela. Ternyata kita belum mengikuti sunnah Nabi.

Saya pernah mendengar ada seorang ulama yang mengatakan bahwa Allah pun sangat menghormati Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam. Buktinya, dalam Al-Qur'an Allah memanggil para Nabi dengan sebutan nama: Musa, Ayyub, Zakaria, dll. tetapi ketika memanggil Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam, Allah menyapanya dengan "Wahai Nabi". Ternyata Allah saja sangat menghormati beliau.

Para sahabat pun ditegur oleh Allah ketika mereka berlaku tak sopan pada Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Alkisah, rombongan Bani Tamim menghadap Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam. Mereka ingin Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam menunjuk pemimpin buat mereka. Sebelum Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam memutuskan siapa, Abu Bakar berkata: "Angkat Al-Qa'qa bin Ma'bad sebagai pemimpin." Kata Umar, "Tidak, angkatlah Al-Aqra' bin Habis." Abu Bakar berkata ke Umar, "Kamu hanya ingin membantah aku saja," Umar menjawab, "Aku tidak bermaksud membantahmu." Keduanya berbantahan sehingga suara mereka terdengar makin keras. Waktu itu turunlah ayat: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya. Takutlah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha Mendengar dan maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menaikkan suaramu di atas suara Nabi. janganlah kamu mengeraskan suara kamu dalam percakapan dengan dia seperti mengeraskan suara kamu ketika bercakap sesama kamu. Nanti hapus amal- amal kamu dan kamu tidak menyadarinya" (QS. Al-Hujurat 1-2)

Setelah mendengar teguran itu Abu Bakar berkata, "Ya Rasul Allah, demi Allah, sejak sekarang aku tidak akan berbicara denganmu kecuali seperti seorang saudara yang membisikkan rahasia." Umar juga berbicara kepada Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dengan suara yang lembut. Bahkan konon kabarnya setelah peristiwa itu Umar banyak sekali bersedekah, karena takut amal yang lalu telah terhapus. Para sahabat Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam takut akan terhapus amal mereka karena melanggar etiket berhadapan dengan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam.

Dalam satu kesempatan lain, ketika di Mekkah, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam didatangi utusan pembesar Quraisy, Utbah bin Rabi'ah. Ia berkata pada Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam, "Wahai kemenakanku, kau datang membawa agama baru, apa yang sebetulnya kau kehendaki. Jika kau kehendaki harta, akan kami kumpulkan kekayaan kami, Jika Kau inginkan kemuliaan akan kami muliakan engkau. Jika ada sesuatu penyakit yang dideritamu, akan kami carikan obat. Jika kau inginkan kekuasaan, biar kami jadikan engkau penguasa kami"

Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam mendengar dengan sabar uraian tokoh musyrik ini. Tidak sekalipun beliau membantah atau memotong pembicaraannya. Ketika Utbah berhenti, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam bertanya, "Sudah selesaikah, Ya Abal Walid?" "Sudah." kata Utbah. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam membalas ucapan utbah dengan membaca surat Fushilat. Ketika sampai pada ayat sajdah, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam pun bersujud. Sementara itu Utbah duduk mendengarkan Nabi sampai menyelesaikan bacaannya.

Peristiwa ini sudah lewat ratusan tahun lalu. Kita tidak heran bagaimana Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dengan sabar mendengarkan pendapat dan usul Utbah, tokoh musyrik. Kita mengenal akhlak nabi dalam menghormati pendapat orang lain. Inilah akhlak Nabi dalam majelis ilmu. Yang menakjubkan sebenarnya adalah perilaku kita sekarang. Bahkan oleh si Utbbah, si musyrik, kita kalah. Utbah mau mendengarkan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dan menyuruh kaumnya membiarkan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam berbicara. Jangankan mendengarkan pendapat orang kafir, kita bahkan tidak mau mendengarkan pendapat saudara kita sesama muslim. Dalam pengajian, suara pembicara kadang-kadang tertutup suara obrolan kita. Masya Allah!

Ketika Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam tiba di Madinah dalam episode hijrah, ada utusan kafir Mekkah yang meminta janji Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam bahwa Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam akan mengembalikan siapapun yang pergi ke Madinah setelah perginya Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Selang beberapa waktu kemudian. Seorang sahabat rupanya tertinggal di belakang Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Sahabat ini meninggalkan isterinya, anaknya dan hartanya. Dengan terengah-engah menembus padang pasir, akhirnya ia sampai di Madinah. Dengan perasaan haru ia segera menemui Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dan melaporkan kedatangannya. Apa jawab Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam? "Kembalilah engkau ke Mekkah. Sungguh aku telah terikat perjanjian. Semoga Allah melindungimu." Sahabat ini menangis keras. Bagi Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam janji adalah suatu yang sangat agung. Meskipun Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam merasakan bagaimana besarnya pengorbanan sahabat ini untuk berhijrah, bagi Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam janji adalah janji; bahkan meskipun janji itu diucapkan kepada orang kafir. Bagaimana kita memandang harga suatu janji, merupakan salah satu bentuk jawaban bagaimana perilaku Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam telah menyerap di sanubari kita atau tidak.

Dalam suatu kesempatan menjelang akhir hayatnya, Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam berkata pada para sahabat, "Mungkin sebentar lagi Allah akan memanggilku, aku tak ingin di padang mahsyar nanti ada diantara kalian yang ingin menuntut balas karena perbuatanku pada kalian. Bila ada yang keberatan dengan perbuatanku pada kalian, ucapkanlah!" Sahabat yang lain terdiam, namun ada seorang sahabat yang tiba-tiba bangkit dan berkata, "Dahulu ketika engkau memeriksa barisan di saat ingin pergi perang, kau meluruskan posisi aku dengan tongkatmu. Aku tak tahu apakah engkau sengaja atau tidak, tapi aku ingin menuntut qishash hari ini." Para sahabat lain terpana, tidak menyangka ada yang berani berkata seperti itu. Kabarnya Umar langsung berdiri dan siap "membereskan" orang itu. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam pun melarangnya. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam pun menyuruh Bilal mengambil tongkat ke rumah beliau. Siti Aisyah yang berada di rumah Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam keheranan ketika Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam meminta tongkat. Setelah Bilal menjelaskan peristiwa yang terjadi, Aisyah pun semakin heran, mengapa ada sahabat yang berani berbuat senekad itu setelah semua yang Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam berikan pada mereka.

Rasul memberikan tongkat tersebut pada sahabat itu seraya menyingkapkan bajunya, sehingga terlihatlah perut Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam berkata, "Lakukanlah!"

Detik-detik berikutnya menjadi sangat menegangkan. Tetapi terjadi suatu keanehan. Sahabat tersebut malah menciumi perut Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dan memeluk Nabi seraya menangis, "Sungguh maksud tujuanku hanyalah untuk memelukmu dan merasakan kulitku bersentuhan dengan tubuhmu!. Aku ikhlas atas semua perilakumu wahai Rasulullah". Seketika itu juga terdengar ucapan, "Allahu Akbar" berkali-kali. Sahabat tersebut tahu, bahwa permintaan Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam itu tidak mungkin diucapkan kalau Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam tidak merasa bahwa ajalnya semakin dekat. Sahabat itu tahu bahwa saat perpisahan semakin dekat, ia ingin memeluk Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam sebelum Allah memanggil Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam ke hadirat-Nya.

Suatu pelajaran lagi buat kita. Menyakiti orang lain baik hati maupun badannya merupakan perbuatan yang amat tercela. Allah tidak akan memaafkan sebelum yang kita sakiti memaafkan kita. Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pun sangat hati-hati karena khawatir ada orang yang beliau sakiti. Khawatirkah kita bila ada orang yang kita sakiti menuntut balas nanti di padang Mahsyar di depan Hakim Yang Maha Agung ditengah miliaran umat manusia? Jangan-jangan kita menjadi orang yang muflis. Na'udzu billah.....

Nabi Muhammad sallAllahu 'alayhi wasallam ketika saat haji Wada', di padang Arafah yang terik, dalam keadaan sakit, masih menyempatkan diri berpidato. Di akhir pidatonya itu Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam dengan dibalut sorban dan tubuh yang menggigil berkata, "Nanti di hari pembalasan, kalian akan ditanya oleh Allah apa yang telah aku, sebagai Nabi, perbuat pada kalian. Jika kalian ditanya nanti, apa jawaban kalian?" Para sahabat terdiam dan mulai banyak yang meneteskan air mata. Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam melanjutkan, "Bukankah telah kujalani hari-hari bersama kalian dengan lapar, bukankah telah kutaruh beberapa batu diperutku karena menahan lapar bersama kalian, bukankah aku telah bersabar menghadapi kejahilan kalian, bukankah telah kusampaikan pada kalian wahyu dari Allah.....?" Untuk semua pertanyaan itu, para sahabat menjawab, "Benar ya Rasul!"

Rasul sallAllahu 'alayhi wasallam pun mendongakkan kepalanya ke atas, dan berkata, "Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah!". Nabi sallAllahu 'alayhi wasallam meminta kesaksian Allah bahwa Nabi telah menjalankan tugasnya. Di pengajian ini saya pun meminta Allah menyaksikan bahwa kita mencintai Rasulullah sallAllahu 'alayhi wasallam. "Ya Allah saksikanlah betapa kami mencintai Rasul-Mu, betapa kami sangat ingin bertemu dengan kekasih-Mu, betapa kami sangat ingin meniru semua perilakunya yang indah; semua budi pekertinya yang agung, betapa kami sangat ingin dibangkitkan nanti di padang Mahsyar bersama Nabiyullah Muhammad, betapa kami sangat ingin ditempatkan di dalam surga yang sama dengan surganya Nabi kami. Ya Allah saksikanlah...Ya Allah saksikanlah Ya Allah saksikanlah"

Kisah-kisah kemuliaaan Nabi Muhammad, Hati dan Akhlaknya


Berikut beberapa kisah kemuliaan hati dan akhlak Nabi Muhammad SAW yang patut kita contoh dan teladani.


Kemuliaan Nabi Muhammad Saaw Dibanding Nabi Idris as

Pendeta Yahudi berkata kepada Sayyidina Ali ra, "Lihatlah Nabi Idris as, Allah telah mengangkatnya ke tempat yang tinggi dan memberinya makanan surga, setelah ia wafat."

Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra tersenyum dan kemudian menjawab, "Ya, yang anda ucapkan adalah benar. Namun Nabi kami Muhammad Saaw telah diberi sesuatu yang lebih dari itu.

Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman,

Dan telah Kami angkat sebutanmu.

(QS. Alam Nasyrah:4)

Itu sudah cukup untuk dijadikan suatu kemuliaan.

Kalau Idris as diberi makanan surga setelah beliau wafat, maka Nabi kami Muhammad Saaw diberi makanan surga ketika masih hidup di dunia. Pernah ketika beliau lapar, datang Malaikat Jibril menemuinya sambil membawa hidangan dari surga. Hidangan itu ternyata ber-tahlil, ber-tasbih, ber-tahmid, dan ber-takbir di tangan Beliau.

Kemudian Nabi Muhammad Saaw memberikan makanan itu kepada keluarganya, lalu hidangan itu juga ber-tahlil, ber-tasbih, ber-tahmid dan ber-takbir. Mailakat Jibril berkata bahwa hidangan ini hadiah dari surga yang diberikan Allah SWT khusus kepada Muhammad Saaw. Hidangan ini tidak layak diberikan kecuali kepada Rasulullah dan penggantinya.

===============================

Pengemis Yahudi dan Rasullullah SAW

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.

Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu,Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?

Aisyah RA menjawab,Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja. Apakah Itu?, tanya Abubakar RA. Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada disana, kata Aisyah RA..

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik, Siapakah kamu? Abubakar RA menjawab,Aku orang yang biasa (mendatangi engkau). Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku, bantah si pengemis buta itu.

Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku, pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW.

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia….

Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim. Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW?

Atau adakah setidaknya niatan untuk meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq.

Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya. Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai Rasulullahmu…

Sadaqah Jariah salah satu dari nya mudah dilakukan, pahalanya MasyaAllah.. macam meter taxi… jalan terus.

Sadaqah Jariah - Kebajikan yang tak berakhir.

1. Berikan al-Quran pada seseorang, dan setiap dibaca, Anda mendapatkan hasanah.

2. Sumbangkan kursi roda ke RS dan setiap orang sakit menggunakannya, Anda dapat hasanah.

4. Bantu pendidikan seorang anak.

5. Ajarkan seseorang sebuah do’a. Pada setiap bacaan do’a itu, Anda dapat hasanah.

6. Bagi CD Quran atau Do’a.

7. Terlibat dalam pembangunan sebuah mesjid.

8. Tempatkan pendingin air di tempat umum.

9. Tanam sebuah pohon. Setiap seseorang atau binatang berlindung dibawahnya, Anda dapat hasanah.

MasyAllah.. Begitu mudahnya mendapatkan pahala dari Allah. Bagaimana mungkin kita tidak menginginkannya..?

============================

8 Dirham yang penuh Berkah

Pagi itu Rasulullah SAW nampak sekali sibuk memperhatikan bajunya dengan cermat, baju yang tinggal satu-satunya itu ternyata sudah usang. Dengan rizki uang delapan dirham, beliau segera menuju pasar untuk membeli baju.

Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan seorang wanita yang sedang menangis. Ternyata ia kehilangan uangnya. Dengan kemurahan hati beliau memberikan 2 dirham untuknya. Tidak hanya itu, beliau juga berhenti sejenak untuk menenangkan wanita itu.

Setelah itu, Rasulullah lalu melangkah ke pasar, beliau langsung mencari barang yang diperlukannya. Dibelinya sepasang baju dnegan harga 4 dirham lalu bergegas pulang. Di tengah perjalanan, beliau bertemu dengan seorang tua yang telanjang. Dengan iba, orang itu memohon sepotong baju yang baru dibelinya. Karena tidak tahan melihatnya, beliau langsung membeikan baju itu. Maka kembalilah beliau ke pasar untuk membeli baju lagi dengan uang tersisa 2 dirham, tentu saja kualitasnya lebih kasar dan jelek dari sebelumnya.

Ketika hendak pulang lagi, Rasulullah kembali bertemu dengan wanita yang menangis tadi. Wanita itu nampak bingung dan gelisah, takut pulang karena khawatir dimarahi majikannya akibat sudah terlambat. Dengan kemuliaan hati beliau , Rasul langsung menyatakan kesanggupan untuk mengantarkannya.

”Assalamu’alaikum warahmatullah”, sapa Rasulullah saw ketika sampai rumah. Mereka yang di dalam semuanya terdiam, padahal mendengarnya. Ketika tak terdengar jawaban, Rasulullah saw memberi salam lagi dengan keras. Tetap tak terdengar jawaban. Rasul pin mengulang untuk yang ketiga kali dengan suara lantang, baru mereka menjawab dengan serentak.

Rupanya hati mereka diliputi kebahagiaan dengan kedatangan Nabi. Mereka menganggap salam Rasulullah saw sebagai berkah dan ingin terus mendengarnya. Rasulullah lalu mengutarakan ,”Pembantumu ini terlambat dan tidak berani pulang sendirian. Sekiranya dia harus menerima hukuman, akulah yang akan menerimanya”. Mendengar ucapan itu, mereka kaguma akan akan budi perkerti beliau. Mereka akhirnya menjawab, ” Kami telah memaafkannya, dan bahkan membebaskannya.

Budak itu bahagia tak terkira, tak terhingga rasa terima kasihnya kepada baginda Rasul. Lalu ia bersyukur atas karunia Allah swt atas kebebasannya. Rasulullah saw pulang dengan hati gembira karena telah terbebas satu perbudakan dengan mengharap ridha Allah swt. Beliau pun berujar,”Belum pernah kutemui berkah 8 dirham sebagaimana hari ini. Delapan dirham yang mampu mengamankan seseorang dari ketakutan, 2 orang yang membutuhkan serta memerdekakan seorang budak”.

Demikian kisah Rasulullah dengan 8 dirhamnya yang menjadi berkah. Meski hidup sederhana beliau sangat murah hati dan banyak bersedekah. Suatu sikap mulia dan semoga kita bisa berusaha meneladaninya.

======= dari berbagai sumber =======