Oleh Muhaimin Iqbal |
Di
negeri China komunis beberapa puluh tahun lalu, seorang aktivis bisa
dipenjara hanya karena tulisan dan pemikirannya yang dipandang tidak
sejalan dengan komunisme. Salah yang di penjara ini ditaruh dalam sel
terpisah dari yang lain, berdekatan dengan sel seorang pembunuh dan
penjahat besar – karena di negeri itu dahulu pemikiran bebas dipandang
sama berbahayanya dengan pemikiran jahat. Beruntung si aktivis, ada
sedikit keretakan di tembok sel yang dia tempati – sehingga dari lubang
yang sangat sempit ini dia bisa mengintip keluar ke dunia bebas dari
waktu ke waktu.
Setiap
kali si aktivis habis mengintip keluar, si penjahat di sel sampingnya
selalu bertanya – apa yang dia lihat. Karena si aktivis ini juga seorang
penulis, dia bisa bercerita sangat detil tentang apa yang dilihat-nya.
Ketika dia bercerita indahnya sawah, sungai, burung-burung yang terbang
bebas – si penjahat memejamkan matanya , membayangkan dirinya menikmati
alam bebas yang digambarkan oleh si aktivis.
Ketika
si aktivis bercerita di kejauhan ada parade tentara yang baris berbaris
di lapangan, si penjahat memejamkan matanya, menikmatinya seolah-olah
dia lagi menjadi komandan dari tentara-tentara tersebut. Demikianlah
kehidupan dua orang yang bertetangga dalam penjara ini, hari berganti
tahun – mereka berdua tidak punya harapan untuk dibebaskan entah kapan –
jadi kebahagiaan keduanya hanya diperoleh melalui cara tersebut – si
aktivis ‘mengintip’ dunia melalui lubang kebahagiaannya, si penjahat ikut berbahagia meskipun hanya membayangkannya.
Dasar
otak jahat si penjahat, setelah sekian tahun berlalu – munculah ide
jahatnya, setan jahat membisikannya dengan pertanyaan yang menantang “mengapa
selama ini hanya si aktivis yang bisa mengintip dunia luar sedangkan
dia hanya bisa membayangkannya ?. Mengapa tidak dia sendiri yang
mengintipnya ?”. Maka kebiasaan lama dia sebagai seorang pembunuh
muncul, entah dari mana dia bisa melemparkan racun ke sel sebelahnya
tepat masuk ke tempat minum si aktivis ketika dia lagi tidur.
Dengan
girang dia memasuki sel-nya yang baru karena berharap bisa mulai
mengintip dunia luar. Setelah sel dikunci dan sipir meninggalkannya
sendirian, mulailah dia beraksi untuk mengintip dunia luar. Namun bukan
kepalang kagetnya ketika dia mengintip melalui lubang yang sama yang
selalu dilakukan oleh si aktivis, yang dilihatnya adalah kuburan tempat
memakamkan narapidana-narapidana – yang pada meninggal – karena saking
lamanya dipenjara !.
Setiap
kali dia mencoba mengintip, selalu yang nampak di matanya adalah
kuburan dan kuburan – dia tidak bisa melihat apa yang ada di kejauhan.
Padahal ketika si aktivis mengintip, sebenarnya dia juga melihat kuburan
yang sama pas di depan matanya, tetapi fokus
penglihatannya bukan pada kuburan tersebut – dia fokuskan pada
pemandangan di kejauhan, dimana dia bisa melihat sawah, sungai,
burung-burung dan bahkan tentara yang lagi parade.
Karena
setiap saat pikiran si penjahat selalu dihantui oleh kuburan yang dia
lihat dari lubang selnya, dia tidak bisa bertahan dan meninggal tidak
seberapa lama justru setelah dipindahkan ke sel yang diidam-idamkannya.
Ada dua pelajaran dari cerita ini. Pertama
adalah tentang syirkah atau kerjasama, kita sering melihat peran orang
lain lebih enak sehingga timbul niatan untuk mengambilnya – bahkan
kadang dengan cara yang tidak baik. Padahal kalau kita diberi peran yang
kita inginkan dari orang lain tersebut, belum tentu kita bisa
melaksanakan sebaik yang orang lain laksanakan.
Demikian
pula dalam kerjasama membangun usaha, rata-rata kerjasama usaha buyar
ditengah jalan. Bila usaha berjalan baik, menghasilkan untung yang
banyak – buyarnya karena rebutan harta, sebaliknya bila usaha tidak
berjalan baik dan merugi – buyarnya karena saling menyalahkan.
Itulah
sebabnya dalam membangun kerjasama dibidang apapun, apakah itu untuk
berbisnis, berdakwah, berpolitik, bernegara dlsb, harus dibangun dengan
dasar amanah. Allah bersama orang-orang yang bersyirkah,
selama semua pihak saling menjaga amanahnya masing-masing, dan Allah
akan meninggalkannya ketika ada salah satu pihak yang mulai berkhianat.
Kedua
adalah tentang kebahagiaan, kebahagiaan itu tidak datang lewat pintu
rumah atau lubang untuk mengintip – tetapi dia datang melalui pintu
hati. Dengan pemandangan yang sebenarnya persis sama, si aktivis
memfokuskan matanya untuk melihat yang indah-indah – sedangkan si
penjahat hanya bisa fokus pada yang buruk-buruk.
Cara
melatih hati untuk menikmati kebahagiaan-pun sama dengan cara melatih
mata untuk fokus penglihatan. Bayangkan sekarang apa yang sebenarnya ada
diluar sel penjara-nya dua orang tersebut diatas. Pas mepet dengan sel
adalah kuburan, setelah itu ada sawah dan sungai, dan dikejauhan ada
lapangan tempat tentara berparade. Si aktivis bisa melihat semuanya,
sehingga dia bisa menikmati kebahagiaan melalui lubang kebahagiaannya.
Tetapi
tidak demikian bagi si penjahat, dia hanya bisa melihat kuburan yang
pas ada di depan matanya. Dia tidak bisa melihat sawah dan sungai
apalagi lapangan di kejauhan. Lubang yang sama yang telah memberi si
aktivis kebahagiaan – dan sebenarnya juga menularkannya ke si penjahat
untuk beberapa tahun, sebelum serakahnya kambuh – ternyata menimbulkan
kesengsaraan ketika dia ingin melihatnya sendiri.
Jadi
bila Anda melihat hal-hal yang buruk di hadapan Anda, coba ubah fokus
mata hati Anda untuk bisa melihat di kejauhan, siapa tahu di kejauhan
sana ada berbagai keindahan yang bisa Anda nikmati. InsyaAllah.
|
Jumat, Januari 06, 2012
Lubang Kebahagiaan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar