Dalam pentas
perekonomian Islam di Indonesia, nama Muhaimin Iqbal merupakan sosok
unik. Selain cukup produktif dalam menghasilkan karya-karya ilmiah,
Iqbal juga praktisi bisnis yang dikenal sarat dengan ide-ide baru dalam
bidang usaha perekonomian syariah. “Ia seorang yang luar biasa, terus
berpikir dan berkarya,” ujar seorang dosen Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro yang sengaja menemui Iqbal di kediamannya di kawasan Depok.
Karya
dan prestasi Iqbal tak lepas dari didikan masa kecilnya. Lahir di
Nganjuk 17 Maret 1963, di lingkungan pesantren kecil yang dipimpin oleh
ayahnya sendiri Imam Hambali, Iqbal -- seperti santri pada umumnya --
sejak kecil terbiasa sekolah dari pagi sampai malam. Pagi di sekolah
umum, sore atau malam hari di madrasah. Di SMU Muhammadiyah I (MUHI)
Jogjakarta, Iqbal berhasil menyelesaikan pelajarannya dengan nilai
tertinggi di sekolahnya.
Prestasinya menarik Prof.
Andi Hakim Nasution - Ilmuwan Indonesia yang menjadi idolanya – untuk
memberi kesempatan pada Iqbal masuk IPB tanpa tes. Di Jurusan Mekanisasi
Pertanian IPB, tahun 1985, Iqbal lulus dengan nilai tertinggi, sejak
jurusan itu berdiri 18 tahun sebelumnya.
Prestasi
cemerlang semasa sekolah/kuliah juga memudahkannya berprestasi di dunia
kerja. Dua puluh satu tahun di dunia kerja, hanya dalam bilangan bulan
saja dia lalui sebagai pegawai biasa. Posisi manager dan general manager
ditempuhnya sejak pertengahan usia 20-an sebelum akhirnya menduduki
jabatan direksi pada usia 27 tahun di perusahaan jasa keuangan yang
dikelola bersama mitranya yang rata-rata berkewarganegaraan asing. Di
bidang risk management dan asuransi, Iqbal memperoleh pengakuan
tertinggi dari lembaga profesi di New Zealand, Inggris, Australia dan
Indonesia.
Kecintaannya pada syariat Islam membuat
Iqbal melakukan terobosan besar dalam hidupnya. Menyusul keluarnya
Fatwa MUI no 1 tahun 2004 tentang riba-nya bunga bank dan produk-produk
industri keuangan, Iqbal memutuskan mengakhiri karirnya di industri
finasial konvensional. Iqbal kemudian melakukan riset serius tentang
sistem keuangan Islam. Ia berkali-kali harus bolak-balik ke Mekah,
Medinah, Damaskus, Malaysia untuk mencari referensi yang baku tentang
jurisprudensi-jurispudensi transaksi finansial yang sudah dibukukan oleh
ulama terdahulu dan ulama sekarang yang memang bener-bener ahli di
bidangnya. Di Indonesia-pun dia secara khusus belajar dari ulama yang
sangat dia hormati karena pemahamannya yang sangat dalam dibidang
muamalah yaitu Ustad Abdurrahman Al Bagdadi.
Kerja
kerasnya membuahkan karya tersendiri. Buku pertamanya, berjudul General
Takaful Practice. Buku ini kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia dan juga diterjemahkan kedalam bahasa Arab yang terbit di
Beirut. Buku kedua masih dia juga tulis dalam bahasa Inggris yaitu
Takaful Solution karena buku-buku tersebut juga menjadi bahan
ceramah-ceramah Iqbal di Singapore, London dan Munich. Dua buku dalam
bahasa Inggris ini pula yang menjadi referensi utama ketika Iqbal
ditunjuk menjadi mitra Islamic Development Bank untuk mengadakan
workshop international dibidang Takaful and Islamic Insurance.
Saat
berada di puncak karir finansial-nya, Iqbal memutuskan untuk
meninggalkan sama sekali seluruh track record cemerlang dan juga seluruh
gelar profesinya dari berbagai negara – yang oleh sebagian besar
professional dibidang ini di-idam-idamkannya.
Baginya,
bukan hal baru untuk mulai pencarian lagi dari nol. Pencariannya
difokuskan pada empat area yang menurutnya menjadi pilar dari kemakmuran
dan ekonomi syariah yang sesungguhnya. Pilar pertama, uang yang adil
yang berdaya beli tetap sepanjang jaman. Untuk ini Iqbal mendalami dan
menulis empat buku tentang Dinar Islam: Mengembalikan Kemakmuran Islam
Dengan Dinar dan Dirham (SLC, 2007), Dinar Solution (GIP, 2008), Dinar
the Real Money (GIP 2009), Dinarnomics (GIP, 2010).
Pilar
kedua menurut Iqbal adalah Sumber Daya Insani, khususnya dibidang life
skills yang harus bisa diakses oleh semua orang. Untuk merealisasikan
idenya ini Iqbal mendirikan Pesantren Wirausaha Daarul Muttaqiin – di
Jonggol yang semuanya serba gratis. Saat ini sudah ada 15 angkatan
eksekutif yang mengikuti program pesantren ini. Dari pengalamannya
membangun pilar kedua ini Iqbal juga sudah menerbitkan buku khusus
dengan judul Kambing Putih Bukan Kambing Hitam (Republika Penerbit,
2011).
Pilar ketiga adalah perbaikan akses
terhadap modal, menurutnya salah satu sumber kemiskinan umat ini adalah
karena akses modal yang terpusat pada golongan yang kaya saja. Untuk
konkritnya Iqbal mendirikan Koperasi BMT (Baitul Mal wa Tamwil) dengan
nama Daarul Muttaqiin – rumah bagi orang-orang yang bertakwa. BMT ini
unik karena produk unggulannya adalah apa yang dia sebut Pinjaman Tanpa
Beban – benar-benar tanpa beban tetapi diharuskan adanya penjamin
(kafil). Dengan system kafil tersebut, BMT Daarul Muttaqiin menjadi BMT
yang memiliki NPL (Non Performing Loan) amat sangat rendah- dibawah 1 %.
Pilar
keempat yang berusaha direalisasikannya saat ini adalah apa yang dia
sebut sebagai Pasar Madinah. Pasar ini mengacu pada apa yang dilakukan
oleh Rasulullah saw di awal berdirinya Negara Islam Madinah. Pasar
inilah yang kemudian menjadi ujung tombak kemakmuran umat Islam dari
waktu ke waktu. Untuk memulainya karena perlu modal yang sangat besar,
maka Iqbal tidak langsung membuat pasar. Tetapi dia membuat tempat
bazaar permanen yang kemudian dia sebut Bazaar Madinah.
Bagi
Iqbal, membangun pasar adalah membangun budaya muamalah yang
sesungguhnya. Di Bazaar Madinah misalnya, semua pedagang berkesempatan
sama untuk bisa berdagang dan tidak dikenakan beban apapun di depan. Di
bazaar ini para pedagang cukup diikat dengan komitmen untuk jujur, tidak
menipu, tidak mengurangi timbangan, tidak menyembunyikan cacat barang
dan seterusnya. yang menjadi syariat dalam jual beli. Sistem, teknologi
antrian dan teknologi pengawasan diterapkan di bazaar ini agar kepatuhan
terhadap syariat bisa di monitor dan juga bisa dilakukan
koreksi/teguran bila ada pelanggaran.
“Hal Jaza ul Ihsan Illa
al-Ihsan, tidak ada balasan dari suatu kebaikan kecuali kebaikan pula.
Ayat al-Quran ini yang menjadi pegangan saya,” ujarnya.
Muhaimin Iqbal berharap apa yang dilakukannya bisa menginspirasi orang lain untuk menyempurnakan pikiran dan aktivitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar