Kamis, September 18, 2008

ETos Kerja MUslim

Taqdim
Sudah menjadi sebuah sunnatullah dalam kehidupan ini bahwa tidak ada yang dapat berhasil dalam hidup ini kecuali orang yang bekerja (kerja dalam bahasa Arab disebut juga ‘amal). Jangankan orang-orang shaleh yang memiliki obsesi tinggi untuk meraih Surga Firdaus, para pengikut syahwat saja harus bekerja untuk memenuhi dorongan syahwatnya. Tidakkah kita menyaksikan dan mendengarkan begitu banyak manusia di bumi ini yang bekerja siang-malam, memeras keringat dan membanting tulang demi mendapatkan lembarang-lembaran uang yang selanjutnya ia habiskan dalam gelapnya dunia maksiat.
Anda juga tentu telah mengetahui dengan sangat jelas program murtadisasi (baca : kristenisasi dan yahudisasi) yang digiatkan di tengah kaum muslimin. Apakah Anda pikir program itu akan berhasil begitu saja tanpa harus bekerja keras ? Tentu saja tidak. Entah berapa banyak misionaris yang rela meninggalkan keluarga dan negri asalnya, lalu memasuki belantara Afrika, Kalimantan, Irian dan tempat-tempat lain, sebagian dari mereka bahkan ada yang menemui ajalnya di sana ; hanya untuk mencari orang yang bersedia hidup sebagai orang kafir !

Secuil fakta ini mengantarkan kita pada sebuah kesimpulan ; bahwa apapun yang ingin kita capai harus melalui sebuah proses kerja dan ‘amal. Dan bila para pengusung panji kedurhakaan pada Allah Azza wa Jalla juga bekerja dengan sangat keras untuk memperbanyak pengikutnya, lalu mengapa kita –para pengusung panji ketundukan pada Allah- tidak bekerja keras pula –setidaknya dengan ‘kekerasan’ yang sama dengan mereka bila kita tidak mampu (baca : mau) bekerja lebih keras memperbanyak kafilah orang-orang yang berserah diri kepada Allah ?

Hal ini tentu saja semakin diperkuat dengan kenyataan bahwa Islam sebagai satu-satunya agama yang haq adalah agama yang menjadikan kerja dan ‘amal sebagai salah satu bagian pentingnya. Anda bahkan tidak bisa disebut sebagai seorang mu’min bila iman Anda hanya sebatas hati dan ucapan, namun tidak dibuktikan dalam wujud ‘amal.

Berdasarkan itu semua, maka hajat setiap muslim –terutama para aktifis da’wah salafiyah- untuk meningkatkan kualitas kerja dan ‘amalnya tentu semakin besar dan mendesak. Dan untuk mewujudkan hal itu, seorang muslim tentu saja harus mempunyai etos kerja yang kokoh dan kuat yang kemudian mendorongnya untuk bekerja dan beramal sebaik mungkin hingga menghadap Allah Azza wa Jalla.

Etos Kerja, Apa Itu ?
Istilah Etos Kerja -seperti yang nampak di depan mata Anda- adalah istilah yang terdiri dari dua kata ; Etos dan Kerja. Etos sendiri berasal dari Bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter, cara berbuat, keyakinan atas sesuatu dan persepsi terhadap nilai bekerja . Dengan kata lain, Etos adalah norma serta cara diri mempersepsi, memandang dan meyakini sesuatu.
Adapun kerja adalah sesuatu yang setidaknya mencakup tiga hal ; (1) Dilakukan atas dorongan tanggung jawab, (2) Dilakukan karena kesengajaan dan perencanaan dan (3) Memiliki arah dan tujuan yang memberikan makna bagi pelakunya.

Nah, berdasarkan definisi tersebut, etos kerja setidaknya mencakupi beberapa unsur penting :
1. Etos kerja itu bersumber dan berkaitan langsung dengan nilai-nilai yang tertanam dalam jiwa seseorang. Itulah sebabnya menjadi sangat penting untuk menyeleksi setiap nilai yang akan kita tanamkan dalam jiwa kita. Maka seorang muslim harus bisa –dan tentu saja mau- mengisi jiwanya dengan nilai-nilai Islam, sehingga pada saat ia mengekspresikan dan mewujudkan kerja nyatanya ia selalu melandasinya pada semangat untuk melakukan perbaikan dan menghindarkan nilai-nilai fasad.
2. Etos kerja adalah bukti nyata yang menunjukkan pandangan hidup seseorang yang telah mendarah daging. Pandangan hidup yang benar tentu saja akan melahirkan etos kerja yang lurus. Begitu pula sebaliknya.
3. Etos kerja menunjukkan pula motivasi dan dorongan yang melandasi seseorang melakukan kerja dan amalnya. Semakin kuat dan kokoh etos kerja itu dalam diri seseorang, maka semakin kuat pula motivasinya untuk bekerja dan beramal.
4. Etos kerja yang kuat akan mendorong pemiliknya untuk menyiapkan rencana yang dipandangnya dapat menyukseskan kerja atau amalnya.
5. Etos kerja sesungguhnya lahir dari tujuan, harapan dan cita-cita pemiliknya. Harapan dan cita-cita yang kuatlah yang akan meneguhkan etos kerjanya. Cita-cita yang lemah –walaupun di jalan yang benar- hanya akan melahirkan etos kerja yang lemah pula.

Mengapa dan Untuk Apa Anda Hidup ?
Dari penjelasan di atas, menjadi jelas bahwa untuk menetapkan sebuah etos kerja, setiap kita harus mampu menyimpulkan dan menetapkan tujuan, harapan dan cita-citanya. Tentu saja penentuan tujuan dan cita-cita hidup ini –sekali lagi- sangat bergantung pada nilai dan keyakinan yang terpatri dalam jiwa seseorang. Bila ia tidak meyakini Allah dan hanya meyakini hal-hal yang bersifat materialis, maka tujuan dan cita-citanya pun hanya sebatas itu saja. Sehingga etos kerjanya pun akan dibangun di atas landasan materi belaka.

Setiap muslim seharusnya bersyukur karena telah mendapatkan tuntunan ilahiyah dalam menentukan mengapa dan untuk apa ia hidup ? Apa yang seharusnya ia tuju dan cita-citakan. Hanya saja, walaupun telah sangat jelas, namun masih banyak muslim –bahkan aktifis Islam- yang tidak terlalu meresapi dan kurang menghadirkan tujuan dan cita-cita ini dalam setiap langkahnya. Padahal penegasan dan penghadiran cita-cita dan tujuan itu sangat penting. Bukan hanya memberikan semangat baru saat loyo, namun juga menentukan langkah yang akan kita ambil untuk meraihnya. Tidak mengherankan, Stephen Covey meletakkan hal ini sebagai kebiasaan efektif kedua yang harus dibiasakan –dia menyebutnya dengan begin with end of the mind ; memulai dengan melihat tujuan akhir-. Jauh sebelum itu Rasulullah saw telah menegaskan bahwa Inama Al A’malu bin-niyyat ; sesungguhnya malan-amalan itu bergantung niatnya. Dan berbicara niat itu artinya berbicara tentang tujuan akhir ; untuk apa Anda melakukan dan mengamalkannya.
Bila ingin disimpulkan, maka tujuan hidup muslim itu adalah sebagai berikut :
1. Meraih sukses jangka panjang (Long Term Succes). Yaitu kesuksesan abadi di Akhirat. Sukses Akhirat itu digambarkan dalam beberapa Firman Allah Ta’ala berikut ini :
???????? ?????? ??????????? ?????????????? ???????? ??????? ???? ????????? ???????????? ??????????? ????????? ??? ???????? ?????? ?????? ????????? ??????????
“Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga `Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (Ash Shaff : 12)
????? ?????? ????????? ????????? ?????????? ??????????? ??????????? ?????? ???????????? ?????? ???????? ???? ???????? ?????????? ?????????? ?????? ????? ????? ?????????? ?????????? ?????? ??????? ??????????
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali ‘Imran : 185)
???? ???????? ????? ?????? ?????????? ?????? ??????? ???????? ?????????? ?????? ??????? ?????? ????? ???????? ??????? ??????? ???????????? ??????? ???????? ????? ???????? ??????????? ??????? ???????(110)
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Al Kahfi : 110)

2. Meraih sukses jangka pendek (Short Term Succes). Yaitu kesuksesan-kesuksesan di dunia, baik yang berkaitan langsung dengan kesuksesan ukhrawi maupun duniawi. Allah Ta’ala mengatakan :
????????? ????????????? ?????? ???? ??????? ???????? ??????? ????????? ??????????????
“Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (Ash Shaff : 13)
3. Dan sebagai jalan untuk meraih itu semua, Allah menetapkan ibadah sebagai maksud dan tujuan sekaligus jalan hidup manusia muslim. Allah berfirman :
????? ???????? ???????? ??????????? ?????? ?????????????
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz Dzariyyat : 56)
Ketiga hal inilah yang selanjutnya –dan seharusnya- menjadi titik tolak, landasan sekaligus tujuan hidup seorang muslim, yang selanjutnya menentukan etos kerja dan amalnya. Sehingga setiap kerja atau amal yang ia lakukan –seremeh apapun itu- harus memiliki dimensi ibadah, menjadi batu bata pembangun kesuksesan duniawi dan kelak menjadi sebab kebahagiaan ukhrawi.

Setelah menentukan dan memahami apa yang menjadi tujuan seorang muslim, maka secara sederhana kita dapat menyimpulkan bahwa etos kerja seorang manusia muslim itu adalah persepsi yang diyakini oleh seorang muslim bahwa bekerja itu –sesederhana apapun ia- adalah jalan untuk menunjukkan penghambaan (ibadah) kepada Allah Azza wa Jalla demi meraih kesuksesan di dunia dan kelak di akhirat.

Ciri-ciri Etos Kerja Manusia Muslim
1. Shahihul I’tiqad
2. Shahihul ‘Ibadah.
3. Fadhilul Khuluq.
4. Mujahidun Lin Nafs
5. Thalibun Lil ‘Ilm
6. Qadirun ‘Alal Kasb
7. Shahihul Jism
8. Munazhzham Fi Syu’unihi
9. Harishun ‘Alal Waqt
10. Mufid Li Ghairihi.

Faktor-faktor Pendorong Tumbuhnya Etos Kerja
1. Memohon kekuatan dari Allah yang Maha perkasa. Nabi saw bersabda : “Mohon pertolongan-lah kepada Allah dan jangan bersikap lemah.” (HR. Muslim)
2. Menanamkan keyakinan dan tekad pada diri sendiri untuk melakukan yang terbaik, walaupun menyebabkan kita ‘terasing’. Sebagai contoh, ketika orang lain datang terlambat, maka bahagiakanlah diri dengan selalu hadir tepat waktu. Ketika orang lain menghamburkan waktu, maka bahagiakanlah diri kita dengan memanfa’atkan waktu dengan cara yang terbaik.
3. Bangun kebiasaan-kebiasaan baik dari diri sendiri. Dan agar tidak ‘lelah sendiri’, niatkanlah selalu untuk beribadah. Sebaik-baik amalan adalah yang dilakukan dengan konsisten walau sedikit.
4. Bacalah biografi para salaf dan ulama besar lainnya yang berhasil dengan segala keterbatasan yang ada. Manusia itu ‘tukang tiru’. Karenanya kita membutuhkan teladan. Dan teladan kita adalah para salaf.
5. Senantiasa ihtisab dalam bekerja dan beramal.
6. Bayangkanlah Anda ingin meninggalkan dunia ini dalam keadaan apa ; husnul khatimah atau su’ul khatimah ?

Khatimah
Dunia ini terus berputar menuju titik akhirnya. Waktu pun terus bergulir tanpa henti. Hari kemarin telah menjadi masa lalu dan penyesalan, sementara hari esok tidak memberikan kepastian. Yang ada hanya hari ini. Bila kita memilih diam, maka waktu tidak pernah diam. Maka tidak ada pilihan kecuali berpacu dengan waktu. Bergeraklah, sebab yang diam akan tergilas di atas jalan ini. Selamat bekerja dan beramal di atas jalan ini ; jalan da’wah Islam ! Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: