Kamis, Desember 16, 2010

Kerinduan yang Tak Terbendung

Bila kerinduan melanda seseorang, maka tak ada yang mampu membendungnya. Kerinduan laksana gelombang samudra yang sulit ditaklukkan. Dia akan berhenti jika berlabuh di tepi pantai. Demikianlah perumpamaan kaum beriman yang merindukan ibadah sholat. Ibadah yang terasa manis di hati. Hati mereka tak akan tenang, kecuali jika mereka telah menundukkan kepala mereka sambil menghadapkan hati mereka kepada Allah. Hari-hari yang mereka lalui, tak ada yang lebih indah dan berkesan, selain waktu mereka berada di masjid. Mereka gelisah ketika dipanggil oleh Allah sebagai Kekasih mereka, sehingga mereka rela meninggalkan dalam -waktu sementara- segala kesibukan mereka demi bermunajat dengan Sang Kekasih, Allah Robbul alamin.


Kerinduan ini hanyalah dipacu oleh keimanan kepada Allah. Karenanya kalian akan melihat oarang-orang yang menghadiri masjid-masjid Allah adalah orang-orang yang beriman. Allah -Ta’ala- berfirman,

"Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk". (QS. At-Taubah : 18 ).

Begitu derasnya dorongan iman ini sampai orang-orang beriman akan bergegas dan meninggalkan pekerjaan dan urusannya ketika mereka dipanggil oleh Allah. Hatinya tak tenang; ia selalu rindu sehingga tak ada yang terpikir dibenaknya, kecuali ucapan, "Kapankah waktunya sholat jama’ah?" Inilah orang yang akan di naungi oleh Allah pada hari matahari didekatkan dengan sedekat-dekatnya.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ تَعَالَى فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِيْ عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِيْ الْمَسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللهِ اِجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّيْ أَخَافُ اللهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

"Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari tak ada naungan, kecuali naungan-Nya: pemimpin yang adil, seorang pemuda yang tumbuh di atas ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya terpaut di masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah; keduanya bersama karena-Nya, dan berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang memiliki kedudukan, dan kecantikan, lalu laki-laki itu berkata, "Aku takut kepada Allah", seorang yang bershodaqoh dengan suatu shodaqoh, lalu ia infaqkan sehinnga tangan kirinya tak tahu apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya, dan seorang yang mengingat Allah dalam keadaan sendiri, lalu kedua matanya bercucuran". [HR. Al-Bukhoriy dalam Kitab Az-Zakah (1357), dan Muslim dalam Kitab Az-Zakah (1031)]

Kerinduan seperti inilah yang mendorong para tauladan kita dari kalangan salaf (para sahabat, dan tabi’in) untuk melakukan perkara-perkara berikut:


* Hadir Sholat Jama’ah Walau Sakit


Seorang tabi’in yang bernama Ar-Robi’ bin Khusyaim, pada diri beliau ada suatu penyakit. Beliau dipapa diantara dua orang. Lalu dikatakan kepada Ar-Robi’, “Wahai Abu Yazid, Sesungguhnya engaku berada dalam suatu udzur, jika engka mau (tak hadir sholat jama’ah) boleh”. Beliau menjawab, “Betul, aku mendengarkan mu’adzdzin berkumandang, “Hayya alash sholah hayya alal falah”. Barangsiapa yang mendengarkan adzan, maka hendaklah ia mendatanginya, sekalipun merangkak, sekalipun merayap”. HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (1/350)

Abu Abdir Rahman Abdullah bin Habib bin Robi’ah As-Sulamiy -rahimahullah- berkata, “Beliau diusung ke masjid, sedang ia sakit”. [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (1/350) Dalam riwayat lain, “Beliau memerintahkan mereka untuk mengusungnya dalam keadaan becek dan hujan ke masjid, sedang ia sakit”. [HR. Ibnul Mubarok dalam Az-Zuhd(419)]

Demikianlah manisnya sholat jama’ah di mata salafush sholeh -rahimahullah-, sehingga mereka amat rindu menghadirinya, sekalipun harus menanggung penderitaan yang berat dan kondisi yang susah. Karena segala sesuatu yang dikerjakan jika dilandasi dengan kesadaran dan ilmu tentang pentingnya sesuatu, maka ia akan melakukannya, walaupun harus melintasi aral dan rintangan yang berat.


* Mencari Jama’ah


Diantara bentuk tingginya perhatian salaf dengan sholat jama’ah, jika luput dan tidak sempat mendapatkan sholat jama’ah di suatu masjid, maka mereka tidak putus asa, bahkan berusaha mencari masjid lain yang kemungkinannya belum usai dari melaksanakan sholat jama’ah. Beikut ini silakan dengarkan penuturan Mu’awiyah bin Qurroh -rahimahullah-,

كَانَ حُذَيْفَةُ إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلَاةُ فِيْ مَسْجِدِ قَوْمِهِ يُعَلِّقُ نَعْلَيْهِ وَيَتَّبِعُ الْمَسَاجِدَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا فِيْ جَمَاعَةٍ

“Dulu Hudzaifah -radhiyallahu anhu- , jika luput dari sholat jama’ah di masjid kaumnya, maka beliau menggantung (baca: melepas) kedua sandalnya, dan mencari-cari masjid sehingga beliau bisa melaksanakannya secara berjama’ah”. [HR. Ibnu Abi Syaibah dalamAl-Mushonnaf (5990)]

Begitulah kaum salaf dalam menjaga sholat jama’ah. Maka jadikanlah mereka sebagai panutan dan kepercayaan, sebab jika seorang hamba betul-betul menjaga hak-hak Robbnya dengan perhatian yang tinggi, maka tentunya ia tak akan menyia-nyiakan hak para hamba Allah. Motivasi mereka dalam berbuat kebaikan, cuma ada dua, mengharapkan pahala di sisi Allah sebagai bekal menuju akhirat, dan takut kepada Allah jangan sampai Allah tidak menerima amal kebaikannya di saat ia berbuat baik, dan jangan sampai Allah menyiksa dirinya di saat ia berbuat maksiat.

Mereka tidaklah seperti generasi yang di zaman kita, jangankan mencari sholat jama’ah di tempat lain, datang ke masjid saja, malasnya bukan kepalang. Generasi ini lebih senang berongkang-ongkang kaki di rumah, berjalan-jalan santai di tepi pantai, dan mendengarkan perkara haram –semisal musik- dibandingkan datang ke masjid merendahkan diri di hadapan Allah bersama hamba-hamba-Nya. Dia malah memperhambakan dirinya kepada setan dan hawa nafsunya. Generasi ini ibaratnya telur yang dikeluarkan oleh ayam. Mau dikatakan bukan dari ayam, padahal kenyataan membuktikan ia berasal dari ayam, tak ada kesamaan!! Artinya, generasi seperti ini dilahirkan dari keluarga muslim, akan tetapi ia tidak menunjukkan dirinya sebagai muslim. Namun jika silsilah keturunannya dirunut, ia dari keluarga muslim. Nas’alullahas salamah wal afiyah fid dunyah wal akhiroh…


* Menunda Pengobatan karena Sholat Jama’ah


Berobat merupakan perkara yang dianjurkan dalam agama kita agar seorang hamba bisa beribadah kepada Allah dengan baik. Namun ada sebagian salaf tidaklah terpengaruh oleh penyakit yang dideritanya, dan ia bersabar dalam taat kepada Allah. Lezatnya ibadah melalaikan dirinya dari segala penderitaan dan penyakit yang ia alami. Sa’id bin Al-Musayyib adalah termasuk diantara mereka. Diriwayatkan, “Beliau pernah mengadukan matanya. Maka mereka berkata, “Wahai Abu Muhammad, andaikan engkau keluar ke lembah Al-Aqiq, lalu engkau menyaksikan pemandangan yang hijau, niscaya engkau akan mendapatkan kelegaan karenanya”. Beliau menjawab, “Apa yang aku lakukan untuk bisa menghadiri sholat Isya’ dan shubuh?”.” [HR. Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqot (5/132). Lihat As-Siyar (4/240)]

Perhatikan bagaimana sikap dan jawaban Sa’id bin Al-Musayyib -rahimahullah- , beliau tak tega meninggalkan sholat Isya’ dan shubuh secara berjama’ah di masjid. Bahkan ia rela menunda pengobatan penyakitnya demi meraih keuntungan akhirat. Karenanya, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqolaniy –rahimahullah- berkata, “Tidaklah dikumandangkan (adzan) sholat sejak 40 tahun lalu, kecuali Sa’id ibnul Musayyib berada di dalam masjid”.[Lihat Tahdzib At-Tahdzib(4/87)]


* Masjid Dijadikan Rumah


Ciri seorang mukmin yang hakiki, hatinya selalu terpaut dengan masjid. Seakan-akan masjid merupakan tempat tinggal mereka, karena mereka lalu-lalang ke masjid di waktu-waktu sholat sehingga ia laksana penghuni masjid. Setiap lima waktu dan ada waktu senggang ia melazimi masjid beribadah dan berdzikir disana. Bahkan hal ini mereka wariskan dan wasiatkan kepada teman, dan keturunan mereka.

Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- bersabda,

الْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ

“Masjid adalah rumah orang-orang yang bertaqwa". [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir (6143), Abu Nu’aim (6/176), Al-Qudho’iy dalam Musnad Asy-Syihab (73), Al-Baihaqiy dalam Asy-Syu’ab (2950). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (716)]


* Rela Menghukum Anak


Terkadang seorang anak akan menjadi ujian bagi seorang ayah. Di saat itulah, seorang ayah harus pandai-pandai menghadapi ujian tersebut sehingga bisa terarah kepada solusi yang bermamfaat baginya dan anaknya. Dulu, para salaf amat tinggi perhatian mereka kepada agama anak-anaknya, utamanya dalam perkara sholat –setelah aqidahnya-. Mereka rela memberikan hukuman bagi anaknya karena melalaikan sholat jama’ah di masjid.

Konon kabarnya, Abdul Aziz bin Marwan pernah mengutus anaknya, yaitu Umar bin Abdul Aziz ke Madinah dalam rangka belajar. Ayahnya menulis surat kepada Sholih bin Kaisan agar ia menjaganya. Sholih bin Kaisan mengharuskannya sholat jama’ah. Kemudian suatu hari, Umar bin Abdul Aziz terlambat melaksanakan sholat. Maka Sholih bin Kaisan -rahimahullah- bertanya, “Apa yang menghalangimu?!”. Umar menjawab, “Tukang sisirku mengatur rambutku”. Sholih bin Kaisan berkata, “Apakah pengaturan rambutmu menyebabkan engkau lebih mengutamakannya dibandingkan sholat?!” Maka Sholih bin Kaisan pun menulis surat ke orang tua Umar tentang kejadian tersebut. Akhirnya Abdul Aziz mengirim seorang utusan. Utusan itu tidaklah berbicara dengan Umar sampai ia mencukur rambut Umar.[Lihat Siyar A’lam An-Nubala’(5/116)]


* Perhatian Pemerintah terhadap Sholat Jama’ah


Masyarakat salaf adalah masyarakat yang taat dan bertaqwa kepada Allah. Oleh karena itu, mereka dipimpin oleh orang-orang yang baik lagi bertaqwa. Diantara tanda ketaqwaan mereka, lihatlah tingginya perhatian mereka kepada sholat jama’ah, sampai ada diantara mereka sengaja menanyakan dan memantau kondisi jama’ah masjidnya yang tak hadir sholat jama’ah.

Abu Bakar bin Sulaiman bin Abi Hatsmah , berkata, “Umar bin Al-Khoththob -radhiyallahu anhu- merasa kehilangan Sulaiman bin Abi Hatsmah ketika sholat Shubuh, dan keesokan harinya, Umar beliau ke pasar, sedang rumah Sulaiman antara pasar dan masjid Nabawi. Kemudian beliau mampir ke Asy-Syifa’, ibu Sulaiman seraaya bertkata kepadanya, “Aku tak melihat Sulaiman ketika sholat Shubuh”. Asy-Syifa’ menjawab, “Sesungguhnya ia sholat (lail) semalam suntuk, lalu iapun dikuasai oleh rasa kantuk”. Umarpun berkata, “Betul-betul aku menghadiri sholat shubuh bersama jama’ah, itu lebih aku cintai dibandingkan aku sholat (lail) semalam suntuk”.”. HR. Abdur Rozzaq dalamAl-Mushonnaf(201), dan Malik dalam Al-Muwaththo’: Kitabush Sholah, (7) via Tanwir Al-Hawalik (hal. 153) karya As-Suyuthiy, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyyah]

Umar bin Al-Khoththob -radhiyallahu anhu- pernah kehilangan seseorang ketika sholat shubuh. Umarpun mengutus seseorang kepada orang tersebut, lalu iapun datang. Umar bertanya, “Dimana engkau?”. Katanya, “Aku sakit. Andaikan utusanmu tak datang kepadaku, maka aku tak akan keluar”. Umar berkata, “Andaikan engkau keluar menuju seseorang, maka keluarlah untuk sholat”. [HR. Ibnu Abi Syaibah dalamAl-Mushonnaf(1/244-245)]

Bukan Cuma Umar -radhiyallahu anhu-, bahkan kholifah yang lainnya juga memiliki perhatian yang tinggi terhadap sholat jama’ah. Utsman bin Affan -radhiyallahu anhu- pernah datang untuk sholat Isya’. Beliau melihat penghuni masjid masih sedikit. Maka beliaupun berbaring di belakang masjid untuk menunggu manusia sampai banyak. Lalu ia didatangi oleh Ibnu Abi Amrah dan duduk di depannya. Utsmanpun bertanya tentang siapa dirinya. Maka Ibnu Abi Amrah mengabarkannya. Lalu Utsman bertanya, “Apa yang ada padamu berupa (hafalan) Al-Qur’an?” Maka ia mengabarkannya. Utsman berkata, “Barangsiapa yang menghadiri sholat Isya’, seakan-akan ia bangkit sholat sunnah separuh malam. Barangsiapa yang menghadiri sholat Shubuh, seakan-akan ia sholat sunnah semalam suntuk”. [HR. Malik dalam Al-Muwaththo’ via At-Tamhid (4/232) karya Ibnu Abdil Barr, cet. Al-Faruq Al-Haditsah]

Seorang Gubernur kota Makkah yang bernama Attab bin Usaid Al-Umawiy-radhiyallahu anhu- pernah berkaata, “Wahai penduduk Makkah, demi Allah tak ada yang sampai berita salah seorang diantara kalian ada yang tertinggal sholat di masjid, kecuali aku akan tebas lehernya”. [Lihat Ash-Sholah(hal.122) karya Ibnul Qoyyim, dan Ghoyah Al-Maram bi Akhbar Sulthonah Al-Haram (1/18-19) karya Izzuddin Al-Hasyimiy Al-Qurosiy]

Usai membawakan kisah ini, Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah-rahimahullah- berkata, “Para sahabat Rasulullah -Shollallahu alaihi wa sallam- berterima kasih kepadanya atas sikap seperti ini, menambahkan bagi ketinggian derajat di mata mereka. Pendapat yang kami taat kepada Allah karenanya, tidak boleh bagi seorangpun tertinggal dari sholat jama’ah di masjid, kecuali karena ada halangan ”. [Lihat Ash-Sholah wa Hukm Tarikiha (hal. 122) karya Ibnul Qoyyim, takhrij Usamah bin Abdul Alim, cet. Dar Ibnu Rajab, 1423 H]

Inilah secuplik gambaran kerinduan generasi terbaik (salaf) dari kalangan sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Semoga kisah kehidupan mereka bisa kita teladani sehingga dikumpulkan oleh Allah bersama mereka di dalam surga.

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 49 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

http://almakassari.com/?p=207

Tidak ada komentar: